Mari sejenak duduk menonton
televisi dengan saluran saluran dalam negeri. Menikmati tayangan-tayangan khas
televisi saat ini. Aku sedang tidak mengajak kalian menikmati hal menarik dalam
televisi. Karena aku tau, satu-satunya yang menarik di siaran televisi
Indonesia adalah sejuta hal yang mengantri untuk dibully. Jadi saja pemirsa selayaknya, sebentar saja.
Apa yang menghibur dari adegan
Olga dan Jessica tindih-tindihan di acara yang katanya hiburan? Apa yang bisa
ditertawakan dari tayangan lawak bertema opera jawa yang isinya penuh dengan
adegan kekerasan dan mencelakai orang lain? Apa yang bisa dinikmati dari cerita
cecintaan di sinetron anak sekolahan? Apa yang menyenangkan dari konser boyband
bernama junior yang lirik lagunya berkutat tentang jatuh cinta ala orang
dewasa? Apa yang bisa dinikmati dari televisi kita?
Lebih lagi kalau
tontonan-tontonan seperti ini jatuh ke mata anak-anak di bawah umur. Apa yang bisa mereka contoh dari televisi
negeri ini? jatuh cinta cengeng ala sinetron? Atau mencelakai orang lain ala
tayangan lawak? Atau menghina orang lain ala acara hiburan? Atau lirik-lirik
lagu mahasampah di acara berjinggle yeyeye lalalala?
Dulu, setiap
minggu pagi, dari waktu sarapan sampai jam makan siang, aku akan melakukan segala
aktivitas di depan tivi. Dari mulai makan, menjaga adik, sampai mencicil PR
untuk hari senin. Jelas saja, ogah rasanya meninggalkan televisi. Dari pagi sampai siang, tasiun-stasiun tivi dengan sangat baiknya memarathon serial
kartun dan acara musik kesukaanku. Bahkan terkadang siang dan soreku masih
dihipnotis televisi dengan ci luk ba, tralala trilili, bando, arena bocah
cilik, dan serial superhero seperti ultraman, power rangger, atau satria baja hitam. Sampai aku tiba di hari minggu beberapa belas tahun setelahnya. Di satu
pagi ketika aku merindukan serial-serial kartun kesukaanku. Apa yang aku
dapatkan? Tentu saja film kartun. Tapi hanya satu dua. Selebihnya hari minggu
di televisi indonesia dijejali dengan acara musik anak muda dengan para host
yang super ngawur dan musik-musik yang rasanya aneh untuk dinikmati anak-anak.
Lalu kemana anak-anak indonesia
hari ini mencari hiburan televisinya? Mereka bablas disuguhi tayangan-tayangan
yang jauh dari usianya. Hey, acara lawak yang penuh adegan kekerasan itu
ditonton ribuan anak-anak. Jangan bilang televisi hanyalah hiburan dan titik.
Siapa
yang seharusnya bertindak atas kebablasan ini?
Orang tua tentu saja menjadi pion
terdepan untuk menjadi portal penyelamat moral dan kebablasan hiburan anak-anak. Sikap
tegas orang tua sudah tidak usah disarankan lagi. Ini menjadi harus. Harus
kalau memang ingin anak-anaknya tetap bisa menikmati menjadi anak-anak. Harus kalau
memang tidak mau anaknya menjadi ajaib seperti bundadari.
Sebenarnya ada yang sangat bisa
bertindak dan menyudahi kebablasan ini. Menyetop tayangan-tayangan yang kurang
pantas di televisi. Mereka adalah pemegang kuasa tayangan-tayangan tersebut.
Para pekerja kreatif yang mencari uang melalui televisi. Manusia-manusia yang
mencari nafkah dengan memproduksi acara-acara tivi. Mereka bisa bertindak dan
menjadi pahlawan anak-anak kalau saja mereka mau. Kalau saja ratting tidak
diTuhankan. Kalau saja bekerja jaman sekarang tidak hanya sekedar demi uang.
Dan ini seharusnya menjadi PR besar
untuk aku dan teman-teman. Para mahasiswa jurusan ilmu komunikasi yang setiap hari
dijejali soal media dan tetekbengeknya. Yang belajar segudang teori soal dampak
televisi. Yang sebagian kami, punya cita-cita bekerja menjadi awak tivi. Yang akan
mengisi posisi-posisi penting di dapur produksi acara televisi. Setelah nanti
sarjana dan bekerja, dengan modal segambreng teori dan pengetahuan soal media,
seharusnya kami bisa membatasi kedewasaan tayangan jaman sekarang. Berbekal
kemampuan berkomunikasi, semestinya kami bisa membuat acara televisi menjadi
alat penyampaian pesan yang baik untuk anak-anak. Sampah rasanya empat tahun lebih jungkir balik sampai kayang belajar soal ilmu komunikasi, tapi mengendalikan kedewasaan tayangan saja kami tidak mampu.
Kami sebenarnya bisa menyudahi kengawuran tayangan televisi Indonesia saat ini. Menjadi polisi moral bagi televisi negeri sendiri. Menyelamatkan anak-anak untuk kembali menyaksikan porsi anak-anak. Bisa, sangat bisa. Tapi sayang, manusia tetaplah manusia. Kebanyakan kami kuliah tinggi hanya demi mendapat pekerjaan yang enak. Yang gajinya banyak. Yang sesuai dengan cita-cita dan embel-embel gelar sarjana. Bekerja hanya demi uang, peduli setan soal
moral anak orang.
Mungkin hati dan peduli kami sudah diblokir oleh susahnya mencari pekerjaan. Memikirkan tentang mencari uang saja sudah bikin otak nyaris lurus, apalagi harus mencari uang sambil ribet peduli sana sini. Gak ada waktu. Sekali lagi, Uang.
Jangankan berjuang mendapatkan
posisi di stasiun televisi dan lalu menjadi pahlawan moral. Berjuang tidak
menjadi korban saja, kami belum bisa. Maksudnya, aku belum bisa.
Itulah PR untuk generasi kita sekarang... gimana caranya ia menyelamatkan tunas-tunas generasi muda kita... Bagaimana caranya mendidik dan mengajarkan pendidikan pada umur yang seharusnya
BalasHapusAyo, Pung, cepetan sarjana! Anak-anak Indonesia tak punya banyak waktu menunggu.
BalasHapusnah !! PR bukan cuma buat anak komunikasi, tapi untuk semua muda mudi kita for better indonesia !! :) :*
BalasHapusnice post ka..
setuju kak ! seusia ini saja saya sdh malas nonton tv. tontonanya gak layak banget :|
BalasHapusSehari tanpa televisi...susah nggak ya?
BalasHapusbener mbak, gue udah risih liat siaran televisi sekarang ini, hari minggu isinya acara musik2 sampah, ga ada mutunya, dan gak mendidik hufftt
BalasHapuscoba aja dulu, 1 harian gue bisa ga pindah dari depan televisi, karna kartun nya byk
kalau aku jarang banget nonton tv. sengaja menekankan diri sendiri untuk hidup tanpa tv. aku udah biasa dong sehari tanpa tv :D hanya sesekali kalau ada acara Hitam Putih, Kick Andy atau kartun yang bagus.
BalasHapusmental anak anak bisa rusak kalau setiap detiknya didepan tv.-___-
harus selektif memilih tontonan untuk diri sendiri :D
waaah setuju bgt ama postingannya , nice post :)
BalasHapushmmm..sebagai orang tua saya juga mengalami kegalauan yang sama..tapi alhamdulillah anak2 saya bukan tv freak addict yang bisa sampai berjam-jam nonton tv sampe berakar di tempatnya... acara yang gemar ditontonya pun bisa dihitung jari, upin ipin, boboiboy, larva..hehehe..tapi tetep dipantau supaya ga ditiru bulat2 adegan2nya..
BalasHapusaniwei...saya kangen sama statiun tv yang mengedepankan idealisme edukasi sehat ketimbang popularitas, komersialism dan rating....
oya nambahin lagi deh..boleh kan mbak? :D uang itu punya sisi positif selama proses dari awal sampe akhirnya bener juga.... gimana mau "mempropagandakan" siaran tv sehat kalo ga punya kemandirian finansial? disini makanya perlu advokasi sama jejaring potensial...#beuhh..mantap ga nih komen..hehehe
BalasHapussetuju banget tuh mba
BalasHapusbnyak siaran yg ga mendidik akhir2 ni ya mba
BalasHapusharapan saya juga sama, semoga semua mahasiswa jurusan komunikasi ber'hati' seperti kamu. \m/
BalasHapusmiris emang kalo menelaah acara2 tivi kita yang sekarang. kadang tidak sesuai dengan kapasitas.
BalasHapus