Ada kalanya hidup terasa menjebak. Kita dihadapkan pada kenyataan yang tak pernah kita pilih. Mimpi-mimpi yang harus berhenti jauh sebelum titik capainya. Dijatuhkan saat baru belajar terbang. Bahkan hati yang terpaksa patah tanpa pernah tau di mana mendapatkan perekatnya kembali.
Ada saatnya hidup terlalu membahagiakan. Kita dicemplungkan dalam jurang rezeki yang seolah-olah tak punya tepi. Hal-hal terbaik yang datang serba tau-tau. Harapan-harapan yang dikabulkan serba tepat. Kesempatan bagus yang tinggal hap. Semua berjalan sesuai doanya, sesuai apa yang kita rapalkan dalam katupan tangan semalaman meminta.
Di saat-saat seperti itu, biasanya aku memandang ke langit. Tempat sangat luas itu, adalah tempat aku pulang sejauh-jauhnya aku 'pergi'.
Ada saatnya hidup terlalu membahagiakan. Kita dicemplungkan dalam jurang rezeki yang seolah-olah tak punya tepi. Hal-hal terbaik yang datang serba tau-tau. Harapan-harapan yang dikabulkan serba tepat. Kesempatan bagus yang tinggal hap. Semua berjalan sesuai doanya, sesuai apa yang kita rapalkan dalam katupan tangan semalaman meminta.
Di saat-saat seperti itu, biasanya aku memandang ke langit. Tempat sangat luas itu, adalah tempat aku pulang sejauh-jauhnya aku 'pergi'.
Pada langit, aku mengantar rinduku untuk mama dan papa. Tiket mudik selalu lebih mahal dari air mata. Maka agar tidak terlalu kecewa, kuaminkan kata orang tentang "Selama masih di bawah langit yang sama, berarti masih dekat". Tangis rindu yang aku uapkan, kupercaya akan sampai ke tujuannya dan menjadi satu-satunya penyembuh lara.
Pada langit, aku pernah menitipkan sebuah nama yang dalam hidup, tak pernah bisa aku miliki. Kujadikan ia bintangnya, agar selalu bercahaya dan berbahagia supaya patah hatiku tak sia-sia. Lewat udara, kupeluk dia, dan kuuapkan doa supaya bahagia siapapun pendampingnya.
Pada langit, kuceritakan seluruh titik terendahku menjalani hidup. Luka-luka yang tak punya obat, lelah-lelah yang sulit reda, hingga ketakutanku akan hidup itu sendiri. Aku meyakini tempat luas itu masih menyimpan baik doa-doa yang aku rapalkan silam. Menjaganya hingga Gusti memperbaiki titik-titik rendah itu, menjadi titik-titik balik.
Pada langit, kusampaikan kabar-kabar dari setiap perjalanan. Indahnya Pulau Selayar, lezatnya kuliner Lombok, sujud syukur di Phi Island, lompat bahagia di Twin Tower, pagi paling syahdu di Sembalun, hingga perjalanan tanpa rencana ke Semarang. Kesempatan-kesempatan emas yang tak pernah aku kira akan mengisi sebagian hidup.
Pada langit, aku mencatat berkah-berkah yang sederhana namun begitu berarti. Magic jar yang tak pernah kosong, tempat tinggal yang selalu utuh, mata yang masih terbuka di setiap pagi, bensin motor yang belum pernah kering, pekerjaan tetap yang halal, sampai hela nafas di setiap detik setiap waktu.
Pada langit, aku pernah menitipkan sebuah nama yang dalam hidup, tak pernah bisa aku miliki. Kujadikan ia bintangnya, agar selalu bercahaya dan berbahagia supaya patah hatiku tak sia-sia. Lewat udara, kupeluk dia, dan kuuapkan doa supaya bahagia siapapun pendampingnya.
Pada langit, kuceritakan seluruh titik terendahku menjalani hidup. Luka-luka yang tak punya obat, lelah-lelah yang sulit reda, hingga ketakutanku akan hidup itu sendiri. Aku meyakini tempat luas itu masih menyimpan baik doa-doa yang aku rapalkan silam. Menjaganya hingga Gusti memperbaiki titik-titik rendah itu, menjadi titik-titik balik.
Pada langit, kusampaikan kabar-kabar dari setiap perjalanan. Indahnya Pulau Selayar, lezatnya kuliner Lombok, sujud syukur di Phi Island, lompat bahagia di Twin Tower, pagi paling syahdu di Sembalun, hingga perjalanan tanpa rencana ke Semarang. Kesempatan-kesempatan emas yang tak pernah aku kira akan mengisi sebagian hidup.
Pada langit, aku mencatat berkah-berkah yang sederhana namun begitu berarti. Magic jar yang tak pernah kosong, tempat tinggal yang selalu utuh, mata yang masih terbuka di setiap pagi, bensin motor yang belum pernah kering, pekerjaan tetap yang halal, sampai hela nafas di setiap detik setiap waktu.
***
Karena padanya aku menitip sangat banyak hal, akhirnya langit menjadi hal yang selalu kusimpan. Biasanya dalam kepala, beberapa kali dalam bunga tidur, sisanya dalam galeri ponsel. Kuabadikan ia, beserta sinarnya. Kusimpan, kujadikan teman hidup, kukenalkan pada banyak orang.
Supaya tak tertukar dengan milik orang, tak pula harus berebut dengan semesta, kunamai dia Alpheratz. Bintang paling bercahaya di rasi Andromeda. Dalam mitologi Yunani, Andromeda adalah perempuan yang dikorbankan oleh orang tuanya sendiri. Ia diikat di batu, sampai akhirnya diselamatkan oleh Perseus. Simbol kepasrahan, ketidakberdayaan, namun kekuatan dan keyakinan untuk tetap bertahan. Dalam konstelasi luar angkasa, Alpheratz terletak di area kepala tubuh Andromeda. Sang Alpha.
Lalu aku menjadi perempuan yang sering mengangkat tangan ke udara, menadahkan ponsel dan memotret. Kapan saja, dimana saja. Merogoh kantong celana, mengambil ASUS Zenfone kesayangan, mengaktifkan screen locked-nya (sekalipun si ponsel masih dalam saku), menyalakan kameranya, melayangkan tangan ke atas, lalu menangkap langitku.
Aku dan Alpheratz di Lombok, 2015. Pic courtesy of Icha Maisya |
Terimakasih Alpheratz, untuk selalu ada menampung semua ceritaku, terimakasih sudah menjadi bagian terbaik dalam hidupku. Berjanjilah untuk selalu bercahaya dan berbahagia, karena di langit kita, kamu selalu jadi bintangnya.
Ahhh puitis banget ini. Juara kamu pungky buat mengklepek-klepekkan hatiku.
BalasHapusSayang aku bukan yg bikin GA
Mantunya siapa duluuuuu xD
HapusDaftar jadi member fansclubnya mbak pungky dimana ya? :D
BalasHapusSelalu suka sama ide-ide tulisannya..
Nyiaaaaa... enggak punya fansclub atuh da aku mah cuma remahan.
HapusRemahan emas 24 karat xD
Aku suka melihat langit, apalagi langit yang biru cerah. Rasanya selalu damai memandang langit lama-lama.
BalasHapusIyaaa asal gak lagi terik, aku hobi banget memandang langit :D
HapusSaya juga suka dengan birunya langit Mbak.. Dan selalu menikmati keindahannya meski harus berlama-lama menatapnya :)
BalasHapusTossss :D
Hapustulisannya keren Mba Pungky *jempol*
BalasHapusjuara ini mah, juara..Amin
Ihihihihi aminin ah xD
HapusSubhanallahh... langitnya cantikk banget mbak..
BalasHapussukses tulisannya bagus :D
Iyaa memang selalu cantiikkk :D
HapusMba Pungky tulisannya keren pake bingits ih... Semedi dimana mba? Hihi.....*canda
BalasHapusDan saya pun selalu membisikkan gendawa rindu ke langit biru :)... Bon courage yaaa puuung... Ditunggu alpheratz di pojok NYC :*
BalasHapusApik Pung fotone :*
BalasHapusAku termehek2 sama bahasamu nih pung....mimisaaaannn
BalasHapusBeeniing
BalasHapusMba pungky emang paling keren kalo suruh hubung-hubungin sesuatu. Selalu keren sudut pandangnya, ih. Salute!
BalasHapusPuitisssnya.... Yang nulis romantis deh kayaknya... 😀
BalasHapusfoto2 langitnya bagus2 banget :)
BalasHapusAwww...so touching. Aku suka langit berawan. Dan di Jakarta ini satu hal yang aku rindukan: langit biru
BalasHapuskolaborasi antara kamera dan photographer yang sangat amazing!
BalasHapusbener-bener kerenn, kasih tips memotretnyan juga dong
BalasHapusAku salah satu fans foto2mu.
BalasHapusWah, Mbak, tulisannya beda dari yang lain. Aku suka. Apa yang pean sampaikan pada langit, itu juga aku alami, mbak. Dan yang ini membuatku baper :
BalasHapus“Pada langit, aku pernah menitipkan sebuah nama yang dalam hidup, tak pernah bisa aku miliki. Kujadikan ia bintangnya, agar selalu bercahaya dan berbahagia supaya patah hatiku tak sia-sia. Bersama udara, kuuapkan doa supaya dia bahagia siapapun pendampingnya.”
Aduuuh bacanya melted melted kaya mozarella soalnya puitis ��
BalasHapuspoto langit yang keren....
BalasHapussalam kenal...