Pungky Prayitno @ 2013. Diberdayakan oleh Blogger.

Kerja di Jakarta, Berdamai dengan Ibu Kota

Photo by Nurul Noe

Beberapa jam sebelum menulis ini, aku duduk di pinggiran stasiun Pondok Cina. Tukang ojek berkali-kali nawarin nganter pulang, aku geleng-geleng. Nanti bang, mau duduk dulu. Orang lalu lalang, ojek datang pergi, aku tetep cuma duduk. Selonjorin kaki, pasang headset, puter lagu Semesta-nya Maliq & D'Essentials, liat ke langit.

Aku senderin kepalaku ke pagar stasiun, keringetku netes satu satu, mukaku lepek lengket dan gerahnya luar biasa. Beberapa menit sebelum duduk ini, aku baru aja berdiri satu jam lebih di commuter line jurusan Jakarta Kota - Pondok Cina. Bukan sekedar berdiri, tapi ini berdiri yang gerakin kakipun nggak bisa. Bahkan mau gerakin tangan buat liat hape aja nggak muat. Saking sesaknya, saking penuhnya. Badanku sampai basah kuyup karena keringat padahal itu kereta full AC.

Di dalam kereta itu ada ibu-ibu hamil dan ibu dengan balita yang rebutan kursi prioritas, yang kebetulan tinggal sisa satu. Si ibu hamil udah hampir nangis karena pasti dia nggak terbayang harus berdiri di kereta sepenuh itu, si balita dari ibu yang satu udah pucat, minta duduk. Orang-orang yang duduk di bangku lain udah nawarin buat gantian, tapi gimana, dua ibu ini enggak bisa kemana-mana. Karena kereta beneran sesak, bergerak sedikit aja susah.

Akhirnya si adek digendong pak security yang kebetulan berdiri dekat (karena mereka memang selalu berdiri dekat kursi prioritas, ya). Si adek meluk si bapak security yang mungkin terasa asing, tapi dia lelah, dia cuma tau itulah satu-satunya yang bisa dipeluk. Lalu dia tertidur dan si bapak menggendong selama perjalanan.


Kemarin malam lain cerita, aku duduk di atas motor hampir 2 jam. Dari Tomang ke Depok, jam pulang kerja. Dua jam yang isinya cuma asap knalpot, orang maki-maki di jalanan, bising klakson, dan macet yang nggak ada habisnya. Dua jam. Mas Rian, orang yang membonceng aku bilang, ya beginilah dia setiap hari. Setiap hari.

Malam ini langit lagi cerah, bintangnya banyak. Sambil masih liat ke atas, berkali-kali aku ambil napas panjang. Pikiranku sampai ke satu hal: Aku... di ibukota.

**

Aku memang lahir dan besar di Jakarta, tapi aku benci hidup di ibukota ini. Iya, aku membenci tanah lahirku sendiri. Jakarta terlalu ganas buat aku, terlalu sombong, terlalu menakutkan. Aku merantau ke Purwokerto 9 tahun lalu dan itulah keputusan terbaik dalam hidupku. Sekarang kalau ditanya asli mana, rumahnya dimana, pulangnya kemana, jawabanku sudah pasti Purwokerto.

Sebulan lalu ada 3 pekerjaan yang bikin aku harus ke Jakarta. Berbekal ijin dan restu suami, aku berangkat, bawa Jiwo. Aku menantang diri sendiri untuk melawan ibu kota, tanah lahir yang membuatku memilih pergi 9 tahun lalu. Bukan pekerjaan tetap memang, hanya kontrak hitungan bulan dan sekarang sudah mau jalan setengahnya. Tapi untuk perempuan yang sudah 9 tahun hidup di Purwokerto, kerja di Jakarta meskipun sementara, tentu bukan hal sepele.

Sebulan ini rasanya bener-bener wow. Ibarat makan mie rebus telor cabe rawit, ini tuh mie rebus dicampur es krim woku woku yang cokelatnya meleleh itu lho. Nikmat sekaligus absurd.

Capek? Pasti. Harus kerja seharian, meeting after meeting, dan rumah papa tempat aku tinggal selama di sini, tuh daerah Depok. Jakarta coret yang kemana-mana jauh. Tiap ke kantor, adekku bilang, "Lu mau ngantor apa mau naik haji? Jauh amat!".

Sebelum berangkat kerja harus mandiin dan nyuapin Jiwo sarapan dulu. Pulang kerja yang rasanya remuk banget itu, masih harus nyuci baju, nyetrika, dan nyuapin Jiwo makan malam, terus ngelonin dia tidur. Kalau dia udah tidur, berarti waktunya aku ngeblog. Menuntaskan pekerjaan-pekerjaanku sebagai blogger.

Sedih? Iya, ada. Sedih karena saat aku lagi sangat sangat lelah dan sumpek sama deadline, nggak ada suami yang bisa aku peluk. Enggak ada partner berbagi capek, semuanya aku selesaikan sendiri. Paling pelampiasannya ke adek. Suka aku selepetin pahanya sampai merah-merah, trus aku senang. hahahahahaha kakak yang baik.

Tapi entah ya, di atas itu semua, aku bahagia dan menikmati hari-hariku di Jakarta ini. Aku menikmati setiap berdiri di commuter line dan ngerasain keringetku netes satu-satu. Aku menikmati naik turun ojek di bawah matahari terik. Aku menikmati setiap pagi yang rasanya berat tapi aku tau hariku akan punya keseruan baru. Aku menikmati pegal-pegal setiap malam yang bikin tidur jauh lebih nyenyak dari biasanya. Aku menikmati setiap waktuku sama Jiwo yang serba terbatas.

Dua minggu ini aku menemukan Jakarta sedang mengajakku berdamai, rasa yang asing tapi seru. Aku selalu nyetel lagu-lagu kesukaan di hape dengan volume keras pakai headset selama berdiri di commuter line. Semua orang udah bermuka masam, bau ketek, dan aku masih bisa senyum senyum sendiri cuma karena lagu di telingaku enak.

Aku naik ojek online setiap hari dan abangnya ganti-ganti. Walaupun di bawah terik matahari, tapi ngobrol sama mereka itu menyenangkan. Kadang kisahnya dramatis dan sedih, kadang lucu sampe kita ngakak bareng di motor, kadang dapet abang yang hidupnya sengsara banget, pernah dapet abang ternyata bos kantoran lagi jenuh, kadang abangnya masih muda dan ganteng, pernah dapet abang bau keringetnya subhanallah kujadikan ujian selama perjalanan. hahahahaha

Aku makan gorengan pinggir jalan yang abis kesemprot asep knalpot bis dan masih bisa ngerasa nikmat. Aku udah lama banget nggak makan gorengan sejorok ini, mecin yang berlimpah ruah dan ya, ternyata aku kangen. Jajan otak-otak di deket rel kereta itukan debunya kayak apa tau ya, tapi beuh, aku beli sepuluh biji dan habis!

Setiap makan malam bisa satu meja sama papa, sama adek-adek, dan itu hal yang enggak aku punya di Purwokerto. Kami ngobrol banyak banyak, bahas macem-macem, hari minggu main catur terus liat adek ditoyor papa karena payah kalah mulu hahahaha, Jiwo punya waktu berkualitas sama eyangnya, setiap pagi dibangunin papa untuk solat subuh, main smack down sama adek sampe merah-merah, dan itu semua enggak ikut saat aku pulang ke Purwokerto nanti.

Jadi mau seterusnya di Jakarta? YA NGGAK LAH! Purwokerto itu hidupku dan belum ada tempat yang bisa menggantikan posisinya. Setelah pekerjaan-pekerjaan ini selesai, aku akan pulang, kembali ke pelukan tanah ngapak.

Dari kemarin sih buanyak banget yang nyuruh aku pindah ke Jakarta, kerja di sini aja. Ada bagian di hati kecilku yang bilang pengin sih, tapi duh, liat nanti deh. Ini belum ada sebulan aja aku udah sakau Purwokerto, kangen curug, kangen bau tai kambingnya Rempoah, kangen ngegaul di Moro, kangen naik motor kayak pembalap karena gak pernah kena macet, kangen makaroni jalan kampus, kangen kemana-mana cuma seselepetan kolor udah nyampe.

Aku pasti akan pulang ke Purwokerto, tapi sekarang aku belum pengin berpisah dengan ini semua. Semoga nanti saat harinya pekerjaanku selesai, aku betul-betul sudah siap untuk pulang. Ke rumah, ke Purwokerto.

**

"Ayo bang, ke Kukel!"
"Lha tadi katanya gak mau"
"Mau narik gak nih?"

Abang ojek menyela motornya. Sementara aku membereskan headset, mematikan aplikasi musik dan menyimpan semuanya ke dalam tas. Di atas motor ojek, sambil diterpa angin kencang karena aku telanjang kepala, helm abangnya bau apek abis keujanan gak dijemur. Aku lagi-lagi melihat ke langit, bintangnya masih banyak.


Depok, 30 Maret 2017

Kepada langit Alpheratz, kuceritakan sebuah kabar: aku telah berdamai..
dengan Jakarta.



43 komentar

  1. Gatau kenapa seneng aja rasanya tau ada orang yang sesayang itu sama Purwokerto. Rumah eyangku di Kebon Dalem Purwokerto, setiap ada yang nanya "mudik ke mana?" Aku jawab ke Purwokerto, sebagian besar gatau di mana Purwokerto itu hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku udah bukan sayang lagi sama Purwokerto, udah cinta mati :D

      Hapus
  2. Selamat menikmati ya Pung. Kadangkala, kita memang harus bergelut seperti itu untuk pulang pada kenyamanan. Love ��

    BalasHapus
  3. Kangen az zahra nggak, mbak? Hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku kangen az zahra cuma kalo mau lebaran hahahahaha

      Hapus
  4. Jakarta oh Jakarta, saya beberapa hari pernah berada disana, hanya beberapa hari saja dan saya tidak betah. Saya cinta Bandung.


    Eniwei, dimanapun kamu berada yang penting selalu sehat ya Pungky

    BalasHapus
  5. Aku bahagia baca ini. Karena rumahku pinggiran Jakarta juga. Dan... tetap cinta Purwokerto. :')

    BalasHapus
  6. Aku bisa merasakan apa yg km rasa Pungky :(
    Selalu bahagia ya km. Kapan2 kita harus ketemu.
    Semangaaat dan sukses di jakarta ya walau hanya sebentar.
    Mamas di Purwokerto pasti kangen bgt ini

    BalasHapus
  7. Saya sukanya kalau ke Jakarta cuma buat melancong aja. Kalau buat kerja dan tinggal, sepertinya belum sanggup. Hihihi. Masih suka tinggal di Bandung ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho oh, kalau harus di Jakarta dalam waktu yang lama juga kayaknya aku mah ndak sanggup. hihi

      Hapus
  8. kubaru tahu kalau kamu bukan aseli purwokerto sist. kamu yang lahir di Jakarta saja begitu, heu. aku udah lelah begini huwaaa pengen menetap di Pekalongan

    BalasHapus
  9. Entah kenapa pas baca ini "Ibarat makan mie rebus telor cabe rawit, ini tuh mie rebus dicampur es krim woku woku yang cokelatnya meleleh itu lho. Nikmat sekaligus absurd." Aku ketawa, mba!!! HAHAHAHAH receh sekali aing-_-

    Asik mba ceritanya, santai pengin baca sampai abis. Selamat berdamai dgn hal yang membuatmu jengkel saat 9 tahun lalu dgn Jakarta ya:) Nice post

    follow back dong mba di onix-octarina.blogspot.com
    Suwun:)

    BalasHapus
  10. nice post.
    aku di jakarta sejak 2002, sampe sekarang belum bisa cinta, cuma terbiasa. tapi aku akui, jakarta ini emang seru.

    BalasHapus
  11. Aku 8th di Jakarta ,terus terlempar ke Palopo udah hampir 3th, nggak ada kepengenan blass buat balik lagi ke Jakarta, ahahaha.

    Pengen sebenernya netep di Kebumen, tanah ngapak kelahiranku, tapi bojoku emoh -___-
    Biar adil kita mau netep di mana ya, yg bukan tanah kelahiranku ataupun tanah kelahirannya. Bukan Kebumen dan bukan Jakarta :D

    BalasHapus
  12. holaaa mbak Pungky. maknyus emang KRL jabodetabek itu...hahaha...
    tapi ya, kita nikmati saja selagi bisa. kadang malah aq cuma duduk di stasiun, mengamati rangorang, menerka-nerka cerita hidup mereka...haha...gaya!

    jakarta memang magnet. sayangnya, Depok yang dulu dijuluki tempat jin buang anak ini sedang diasah jadi magnet baru. aq sumpek dengan mall dan apartemen. hiks. pengen hijrah, tapi masih cinta #halah

    ini bukan komen. ini numpang curhat sesama alumni bangor yang setiap lewat pohon kapuk,deg deg plas takut dipalak.
    haaha

    BalasHapus
  13. Ah ini anak jekardah mosok kangen ngegaulnya di Moro sih..emang blm ada mall lgi ya?

    BalasHapus
  14. Mak, di Kukel?..rumah saya deket banget sama kukel, tinggal koprol. Hampir tiap hari ke kukel nyari cilok..hehe

    BalasHapus
  15. Baca ini,jadi inget akhir tahun lalu pas sampe Jakarta mau ke Subang....aku tersesat di Jakarta malam2,macetttt,g tau arah,g tau jalan,google maps nyala terus cuma saking stres dan kaget sama jakarta jadinya amuk2an ber2 di mobil huhu. 2 jam serasa satu hari >_<

    BalasHapus
  16. Lah.... sekarang di Depok??? ketemuanlah kakak... aku Depokers :)

    BalasHapus
  17. Selamat kembali ke Jakarta. Aku juga dari daerah dan entah kenapa hingga saat ini aku belum pingin balik Solo. Kembali ke kehidupan di Solo. Masih menikmati hidup Jakarta.

    Macet, desakan, dan gaya hidup yang ... .

    BalasHapus
  18. Sabar ya mbaa :p... Aku udh 10 thn di jakarta.. Merantau, dr awalnya di aceh yg sepi tentram, trs penang yg msh bisa dibilang nyaman, pindah bntar k medan yg mirip dikit ama jakarta tp lbh manusiawi, trs nyoba peruntungan di ibukota :D. Alhamdulillah msh survive hahahaha :p.

    Tp bukan berarti aku mau selamanya di sini.. Kalo aja ada kesempatan, aku dan suami jg pgn pindah k kota yg lbh tenang, yg ga bikin kita tua di jalan.. Aku berangkat pagi ke kantor, pulang malam. Ketemu anak cuma bentar.. Tp ttp sih sbnrnya aku suka pekerjaanku. Makanya sampe skr blm ada niat utk resign. Benci2 tp rindu gitu deh ama nih kota :p

    BalasHapus
  19. Commuter line itu emg ajaib sih mbaa.. Sering banget pas udah turun dr CL, badan berasa digebukin. Saking ga ngitungnya udh kesikut orang berapa kali di dalem. Bhahaha. Tapu iya bener, aku jg suka dengerin musik di momen sesek2an saat di CL/Transjak. Berasa ada di dimensi lain ketika semua org heboh menentukan posisi berdiri.😅

    BalasHapus
  20. udah 11 tahun ga liat jakarta.... hiks.. pengen rasanya kejepit di krl..

    BalasHapus
  21. Waaah... pas di Bandung, sering saya kangen commuter, menarik pisan. Suara mesin, degup rel, pengumuman petugas ttg stasiun mana sudah hampir sampai. Terutama ketika harus turun di stasiun berikutnya untuk ganti commuter. Sambil nunggu kereta datang, saya suka iseng duduk2 di tempat roti, minum kopi, foto foti dan lihat sana sini.
    Pengalaman yg menarik, 2 th tinggal di Tangsel dan sering bolak balik Jakarta. Melihat gerak orang-orang yang serba cepat, serba keras.

    BalasHapus
  22. Kaya adekku Pung, katanya dulu cuma mau kerja bentar aja di jakarta, pengen sgera pindahbdr kota itu. Nyatanya sampai hampir dua tahun masih di sana.

    BalasHapus
  23. Belum pernah sih mendem di Jakarta, tetapi kabarnya Jakarta memang agak-agak gimana gitu ya. Salut untuk orang-orang yang bisa berdamai dengan Jakarta

    BalasHapus
  24. Aku bernyali kecil kalau disuruh tinggal di kota besar mbak, di Surabaya aja aku masih belum berani apalagi di Jakarta :D

    BalasHapus
  25. Perasaanku ta Purwokerto udah masuk kota besar 😁 tapi mungkin ramainya masih undercontroll

    BalasHapus
  26. Suami saya baru sehari dinas ke Jakarta dan terjebak kemacetan parah pas jam pulang kerja langsung deh bilang ke saya kalau enggak pengin tinggal di Jakarta. Bisa tua di jalan katanya :-)

    BalasHapus
  27. Aku lahir & gede di Bandung yg adem ayem, tp dr kuliah pgn kerja di Jakarta hehehe... ntah knp Jakarta jg terhitung baek sama aku, jd alhamdulillah masih betah, alhamdulillah dpt kerjaan bagus plus dpt suami di Jakarta ��

    BalasHapus
  28. Aku lahir dan besar di Jakarta. Tapi sekarang udah 8 tahun di Solo. I feel you, klo pas mudik ke Jakarta itu kangen bau knalpot, kangen motoran ujan-ujan banjir dan di lampu merah ga bisa jalan karena semua orang ga mau ngalah. Ngangenin!

    BalasHapus
  29. Hihihihi, kalau daku kebalikannya. Seberapa kejam dan berantakannya Jakarta, tetap daku cinta sama tempat daku dibesarkan itu. Hampir separuh hidupku dihabiskan di ibukota yang serba macet itu :) Bahkan aku belum rela ganti KTP :D
    Makanya aku nggak bisa kalau nggak ke Jakarta. Yogya memang tempat tinggalku. Jakarta, kota hiburan buatku.

    BalasHapus
  30. Jakarta memang se-melelahkan itu ya mba.. Dulu sempat kerja di Jakarta 2 tahun, untungnya saat itu aku kost dekat kantor jd gak perlu merasakan macet tanpa akhir khas Jakarta. Skrg saat kembali ke Jkt walau cuma 3 bulan aja, belum apa-apa udah gerah pengen pulang ke Bandung atau Bali lg aja. Gak kuat macetnyaaa!

    BalasHapus
  31. Without this, you never know how you love and miss your home! Bener kok pung..home is where the heart is. Biar sudah terpisah samudera ribuan miles dan melihat bintang di belahan langit lain, Lampung tetap kampungku tercinta :). So enjooooy...

    BalasHapus
  32. Dengan alasan yg sama, Jkt terlalu sombong buatku, aku milih ke Jogja aja ketika suami pindah ke Jkt setahun lalu. Smp skrg aku blm berdamai hehee. Aku selalu bikin planning yg ribet kalau mau ke Jkt, antara lain memastikan transportasiku disana hahahaa.

    BalasHapus
  33. Emang Purwokerto itu enak banget buat ditinggalin. Harga makanan murah, gak pernah macet, panasnya gk kyk Surabaya. Jadi pengen mudik ke sana

    BalasHapus
  34. Dulu pertama kali ke Jakarta di tahun 2008 apa 2009 gitu. Temani Bapak yang jadi pemakalah di sebuah seminar.

    Selama di sana, kami tinggal di rumah sepupu. Suami-istri dengan 3 orang anak.

    Baru hari pertama di sana saya sudah bingung. Susah bener ketemu sama sepupu sendiri. Beres shalat shubuh langsung berangkat ke kantor. Pulangnya nantiiii udah dekat jam 12 malam.

    Jadi kami sempat ngobrolnya sebelum shubuh atau gak yaa mesti begadang nungguin mereka pulang. Hihihi

    BalasHapus
  35. Kampungku juga di PWT dan emang..... Damai bener hidup di sana. Nyantai, gak grasak-grusuk. Orang kerja di sana juga kayaknya gak grasak-grusuk ya. Hahaha...

    Jujur akupun juga udah cinta banget sama Bekasi, meski banyak peluang di Jakarta tapi kayaknya kalau sekarang ditawarin kerja lagi kesana kayaknya pengen di Bekasi aja deh. Menikmati kota yang penduduknya jam 6 pagi udah pada mabur ke Jakarta. Enak... Agak sepi. Cuma kalo weekend rame banget 😆

    BalasHapus