Pungky Prayitno @ 2013. Diberdayakan oleh Blogger.

Saya Indonesia, Saya... Pancasila?



Aku hapal Pancasila, hapal banget. Ngelotok luar kepala dari jaman SD. Dulu map yang buat baca teks Pancasila di sekolahku udah rusak, kertasnya sobek. Dan aku sering ditunjuk jadi petugas upacara, baca Pancasila karena aku salah satu siswi yang hapal luar kepala. Nilai PMP ku selalu 9, sampai mata pelajarannya berubah jadi PPKN, nilaiku nggak pernah di bawah angka delapan.

Minggu kemarin ada Pekan Pancasila, wogh ikut juga dong aku pajang hestek sana sini #SayaPancasila #SayaIndonesia. 

Tapi.. benarkah aku seorang yang Pancasila?


Aku yang masih sering ngajak teman nasrani untuk main aja di hari minggu pagi. Aku yang masih sering klik 'share' sembarangan berita-berita yang kebenarannya belum pasti-tapi potensi memecah persatuannya luar biasa dahsyat. Aku yang memilih diam saat sahabatku takut berangkat misa natal, saat ibadahnya dijaga ketat polisi, takut dengan saudara seimanku. 

Aku yang masih sering asal publish status, nggak peduli tulisanku penuh kebencian dan sumbu-sumbu perpecahan. Aku yang masih sering takut duduk dekat orang Indonesia timur karena mereka terkenal kriminal. Aku yang masih suka pilih-pilih teman karena cewek sunda itu pelit, cewek padang apalagi. Aku yang merasa agamaku sebagai mayoritas, maka mengabaikan rasa hormat pada sahabat-sahabatku yang minoritas. Aku yang pernah ikut-ikutan mejauhi teman sekelas hanya karena dia Cina. Aku yang masih sering mengkhianati kebhinekaan.

**


Kemarin, aku duduk bersama 100 netizen lain di gedung Nusantara IV, MPR RI. Masih dalam rangkaian Pekan Pancasila, diselenggarakan kegiatan Netizen Ngobro bareng MPR RI. Bapak Ma'ruf Cahyono, Sekjen MPR RI, bilang begini: Kita jangan hanya membunyikan Pancasila, tapi juga membumikannya. Pancasila seharusnya bukan hanya ucapan, tapi juga sampai ke kesadaran dan tindakan. 

Pak Zulkifli Hasan, ketua MPR RI, bilang, "Ayo gunakan sosial media untuk merangkul bukan memukul". Duh, kena banget pak, kena. Sebagai seorang yang aktif di dunia maya, rasanya janji untuk menyerbarkan konten positif seringkali aku langgar sendiri. Klik tombol share adalah hal yang super-super-super mudah, dan semudah itulah juga menyebarluaskan kebencian. Persatuan kita, kebhinekaan kita, pertaruhannya ada di ujung jempol. Di halaman-halaman sosial media kita.

Sebagai blogger, harusnya aku bisa ambil andil dalam membumikan pancasila. Bukan sekedar pasang tagar #SayaPancasila, lalu sudah. Harusnya aku nggak diam saat sosial media jadi alat untuk merusak kebhinekaan, harusnya aku nggak diam saat berita-berita (yang aku tau) hoax, lalu lalang di sosial mediaku dan menjadi benih-benih keributan. Harusnya aku nggak diam saat kebencian dan perpecahan, terjadi setiap hari setiap waktu di dunia maya. 

Harusnya aku, yang setiap hari hidup di dunia maya, bisa ikut membumikan pancasila. Supaya bisa saling merangkul, bukan memukul.


Depok, 7 Juni 2017

Acara ditutup dengan sebuah puisi dari pak Ma'ruf, yang penggalannya begini, "Apakah keIndonesiaan kita telah pudar, dan hanya tinggal slogan dan gambar.". Diantara riuhnya tagar #SayaPancasila #SayaIndonesia, sebuah pertanyaan sampai ke kepalaku.. Masihkah kita Indonesia?

***

Photos taken by Indri Juwono

7 komentar

  1. conto cara bersocial media yang merangkul adalah bekgron berwarna-warni :D

    BalasHapus
  2. Aku malah hafal puisinya tapi thn lalu.. hahaha

    BalasHapus
  3. Aih. Kok cemburu ini lihatnya ya!

    BalasHapus
  4. Bener, sebaiknya saling merangkul bukan memukul meski hanya dalam sosial media.

    BalasHapus
  5. InsyaAlloh tetap Indonesia dan tetap Pancasila meski ngga pasang PP #SayaPancasila hehe

    BalasHapus
  6. Artikelnya jleb banget, Pung, Semoga semakin banyak orang yang introspeksi ya...

    BalasHapus
  7. Sebuah perenungan buatku, heuuu

    BalasHapus