Ini Mak Winda

Dengan celana jeans, kaos kedombrongan, sendal, jalan ngangkang, lengkap jilbab asal pakai, emak satu ini bener-bener mirip Mama. Lebih lagi cara ngomongnya yang susah dibedain sama klakson kopaja, Mama banget. Bedanya, Mama adalah pengrajin genteng, kesehariaannya mengolah tanah jadi atap. Kalau klakson kopaja yang satu ini, pengrajin kata. Kesehariannya mengolah kalimat jadi karangan mantap.

Anaknya dua, suaminya satu setengah. Mungkin dia kerturunan semacam wonder woman yang kurang greget ngurusin anak dua. Kurang capek. Jadilah aku, diangkat anak juga sama beliau. Sebenernya males, punya Mama satu aja bawelnya alaihim gambreng, segala-gala dicerewetin. Emak-emak banget deh. Lha ini, Mama nya jadi ada dua, dengan tingkat kecerewetan yang sebelas dua belas. Coba tolong itu Travis Barker disuruh berbaring, saya pingin pengsan.

Namanya mak Winda. Pertama kepo, karena dia menulis cerita bersambung judulnya Resep Si Onis di Kompasiana. Males ngakuin sebenernya, tapi suer, ceritanya bagus. Tentang Onis, bos impor, dan curhat terselubung penulis. Muahahahahaha. Tiga taun lalu, setiap hari kerjaanku nekcup pantat di warnet buat nungguin kelanjutan Resep Si Onis. Setiap hari penasaran sama masa lalunya penulis. Gyaaah x))

Cerita bersambungnya bikin aku takjub pake bianget. Gile juga nih emak-emak, dia konsisten nulis cerita bersambung dari paragraf pertama sampai titik tamat di halaman web citizen jurnalism. Kalau gak salah sampai 60an episode. Berbulan-bulan banget, kalah deh Haji Sulam. Aku takjub sama stamina menulisnya yang gak abis-abis. Salut sama khayalan-yang biarpun kebanyakan berdasarkan kisah nyata, tapi selalu penuh adegan adegan yang bikin pembaca pengen terus terus dan terus. Kagum sama kemampuan menulis yang bikin puluhan warga Kompasiana waktu itu, berjejer jadi penunggu setia kelanjutan cerbung Resep Si Onis. Dia, Mak Winda.

Suatu hari, ada wartawan yang iseng banget wawancara aku sebagai penulis. Katanya, profilku akan dipajang di surat kabar dalam rangka bulan bahasa. Saat tiba di pertanyaan “siapa penulis yang menginspirasi kamu?”. Tanpa pikir panjang, nama mak Winda yang keluar. Asli deh, males banget sebenernya ini umbar-umbar aib muji muji emak satu itu. Tapi kenyataan, aku semangat banget nulis fiksi karena beliau. Fiksi selangkanganku waktu itu, sering banget terbit di Kompasiana. Gak tau energi darimana, tapi aku nulis fiksi kayak kesurupan. Sebulan bisa 4-5 kali. Dan gak boong, inspirasinya adalah mak Winda. Penulis Resep Si Onis yang tiga tahun lalu terkenal sebagai emak gaoel dengan avatar mangap nunjuk ke atas :))

Sampai dia dan geng mamak rempongnya bikin kerusuhan besar-besaran di Kompasiana. Festival Fiksi kalau gak salah namanya. Pokoknya, beberapa ibu-ibu pecinta fiksi ini, membuat gebrakan untuk membangkitkan gairah fiksi di Kompasiana. Ratusan warga Kompasiana menulis fiksi bersama di 24 jam yang sama. Satu fiksi berjudul Pipi Merah Jambu karya mas Granito, sampai berhasil jadi headline. Di grup facebook, hingar bingar sorak sorai bener-bener mewarnai hari itu. Fiksi berhasil jadi headline di Kompasiana, setelah selama ini mati suri. Gebrakan berhasil.

Gak berhenti sampai di situ. Geng ini melanjutkan kerusuhannya dengan membangun Kampung Fiksi. Kampungnya para penulis fiksi dengan maskot bunglon, waktu itu. Serangan meluas. Gak lagi hanya di Kompasiana, tapi juga facebook, twitter, sampai workshop offline. Mak Winda, bersama Kampung Fiksi, menggebrak dunia maya dengan kenyataan bahwa fiksi masih sangat bergairah. Masih panas. Masih hits. Masih gaul. Masih menjadi bagian dari dunia kepenulisan yang belum pernah padam. Haks. Kenapa eyke jadi puitis :))

Namanya mak Winda. Dia adalah tempat sampah curhatku dari pagi, siang, sore, magrib, malem, pagi lagi. Ya lewat inbox facebook, dm twitter, wasap, sms, telpon, atau line. Dari curhat dijutekin tetangga sebelah sampai masalah hidup yang beratnya ngalah-ngalahin jambul Syahrini. Dari curhat ngakak-ngakak, nangis nangis sampai marah marah kayak ibu negara gagal upload instagram.

Namanya mak Winda. Ibu rumah tangga yang selalu memanjakan para tamunya dengan hidangan super lezat, bebek goreng beli di depan komplek. Mamak dua anak yang hobi ngumpulin sampah untuk di daur ulang. Mamak kelewat gaptek yang selalu mengaku sebagai Emak Gaoel. Yuk cus, kita teriak bareng: Gaoel dari hongkooooong

Suatu siang yang panas bwanget, 2012. Seorang perempuan dengan kehamilan empat bulan entah gimana caranya berhasil bawa 200 eks buku dari kampung melayu sampai monas naik ojek jam 12 siang. Mak Winda, sambil nahan nangis karena gengsi, cuma ngasih pelukan dan satu telunjuk di depan idung “Jangan nangis! Gak boleh nangis”. Perempuan yang lagi hamil itu tetep aja susungukan. Mak Winda masuk mobil sambil sebelumnya elus perut si gadis. Gak tau drama apa yang selanjutnya terjadi di dalam mobil. Buat aku, adegan siang itu bikin nyes. Dia beneran emak. Beneran ibu.

Purwokerto, kena diare, akhir April 2014

Dia, mak Winda. Mamaknya, aku :)