Pungky Prayitno @ 2013. Diberdayakan oleh Blogger.

Kebaikan Berbagi yang Akan Memenangkan Ini Semua

Bapak tua itu sedang mengayuh becaknya di tanjakan saat kami menyetopnya, dengan napasnya yang terengah-engah, ia bertanya pada kami "Becak mbak??". Kami cepat-cepat menggeleng, lalu menghampirinya dan menaruh satu dus isi sembako di atas becaknya. 

Bapak tua itu tiba-tiba menekuk lututnya di depan kami, menangkup kedua tangannya. Sambil bergetar, ia berkali-kali bilang terima kasih. Katanya, dari kemarin belum dapat uang sama sekali. Sejak pandemi Covid-19, sekarang sering bermalam di becak, karena kalau pulang tanpa bawa satu rupiahpun, keluarganya bingung mau makan apa.

Sembako yang kami titip di becaknya, ternyata jadi rejeki yang ia syukuri betul. Akhirnya, setelah berhari-hari tidak tega mau pulang, hari itu bisa pulang bawa makan untuk anak dan istrinya.



**

Tangan kami ikut bergetar saat nenek penjual sayur yang kami temui di Pasar Wage Purwokerto itu, mengelap air mata di pipinya dengan baju yang ia pakai. Sayurnya sering layu, karena orang-orang takut ke pasar, takut kena virus, katanya.

Suaminya tidak bisa jalan, sakit tulang. Tapi boro-boro untuk pengobatan, untuk makan besok saja, ia tidak tau bisa beli beras pakai apa. Seringnya hanya masak sayur sisa jualan yang hampir layu karena tidak laku. Kami memberinya satu plastik isi beras dan minyak. Sambil terisak, ia bilang terima kasih.


Tak hanya hari ini ia dan suami akhirnya bisa makan nasi, lebih lagi, ia berterimakasih karena sudah didengar. Dengan bahasa Banyumasan khas orang asli Purwokerto, ia bilang senang sekali kami mau berhenti sejenak untuk mendengar tangisnya. Berbagi telinga atas sulitnya ia menghadapi hidup di tengah pandemi ini. Sebelum pamit, nenek itu mendoakan rejeki kami. Dalam hati, kami memohon penuh pada Gusti untuk kelancaran hidupnya dan suami.

**

Kami tidak sempat bertanya siapa namanya, yang kami ingat, bapak separuh baya itu matanya basah saat kami memberikan masker kain untuknya. Dia driver ojek online, yang sudah dua hari, baru dapat empat orderan. Katanya, semua orang menyuruhnya pakai masker, tapi dia tidak terbeli. Jangankan masker, untuk bensin saja dia sering bingung. Penghasilan yang tidak seberapa itu, habis untuk makan dia dan keluarganya.

Dulu, sebelum jadi driver ojek online, ia adalah relawan yang sering turun ke jalan. Sering bagi-bagi bantuan untuk orang yang membutuhkan. Itulah alasan kenapa matanya basah. Sambil memegangi masker yang kami beri, penuh air mata, dia bilang; siapa sangka bertahun-tahun setelahnya, ternyata kebaikan berbagi itu kembali kepadanya.

**

Seorang perempuan mengirimi saya sebuah pesan di instagram, minta dibantu, katanya usaha ibunya sedang susah. Ibu jualan roti kukus, tapi sejak pandemi, jadi jarang orang yang beli. Saya bilang iya, saya akan promosikan, tidak usah bayar. Dia bilang akan membalasnya dengan roti kukus hangat buatan ibu. Saya bilang lagi, roti hangatnya kirim lewat ojol (ojek online) saja, nanti biar untuk dimakan abangnya. 

Hari sedang hujan saat seorang driver ojol, datang ke rumah kami, mengantar roti kukus hangat dari ibu. Kami katakan, kalau roti hangat itu untuk dia, titipan dari seorang ibu. Tak disangka matanya langsung berkaca-kaca, katanya mau langsung dibawa pulang untuk keluarganya, nanti baru dia berangkat narik lagi. Akhir-akhir ini sedang susah dapat orderan, roti hangat itu mungkin akan jadi kebahagiaan kecil untuk keluarganya.




Dia bahagia sekali. Senyumnya merekah tidak berhenti. Dia titip doa, untuk emak dan ibu, supaya sehat selalu dan rejekinya lancar. Sebelum meninggalkan rumah kami, emak saya bilang tetap semangat, dan terima kasih karena memutuskan tidak menyerah dengan keadaan.

Malamnya, perempuan yang tadi pagi, mengirimi saya pesan lagi, kali ini penuh dengan ucapan syukur dan kalimat kebesaran Allah SWT. Saya tidak ingat persis ceritanya, yang saya ingat, malam itu ibunya kebanjiran order roti kukus. Empat puluh lima porsi sekaligus. Ibu titip terima kasih untuk saya, saya bilang bukan, itu mungkin hasil doa mas ojol yang kehujanan tadi siang. Kebaikan berbagi menyebar secepat itu.

**

Waria itu langsung teduduk di depan toko tutup, saat kami memberikan nasi kepal hangat kepadanya. Sambil memandangi nasi di tangannya, air matanya tidak berhenti menetes. Dia mengucap syukur berkali-kali. Semua yang di jalanan sering dibagi makanan oleh orang-orang, tapi tidak dengan dirinya. Dia tidak menyangka, malam itu, ada yang memberinya makan malam.


Dia hijrah ke Purwokerto beberapa bulan lalu untuk cari pekerjaan. Tapi nasib bilang lain, pandemi terjadi dan dia malah harus hidup di jalanan. Sekarang, mau pulang ke daerahnya sudah tidak boleh. Dia ketakutan. Takut tidak makan, takut dijahati orang, takut hidup menyeretnya terlalu jauh ke dalam lubang. Teman saya bilang sama dia, "Tidak apa-apa, di sini dulu aja. Nanti kita ketemu lagi.. yang kuat yaa..". Tangisnya meledak. Nasi kepal yang masih utuh di tangannya, basah oleh banjirnya ucapan syukur.

**

Hari sudah hampir jam 12 malam saat seorang teman, perawat di salah satu rumah RS rujukan Covid-19, mengirimi saya sebuah pesan di whatsapp. Isinya foto, dia bersama teman-teman sejawatnya sedang berjaga di ruang IGD. Saya tercekat, tenggorokan saya perih, melihat ia dan teman-temannya memakai jas hujan kresek yang mereka beli limaribuan.

Dia bilang, baru kali ini nyawa terasa begitu sepele. Tidak ada APD yang sampai ke mereka, setiap pasien yang datang ke IGD, sekalipun dengan gejala Covid-19, akan mereka layani dengan jas hujan kresek itu. 

Dia minta bantu, barangkali saya ada mantel, vitamin, atau madu. Dia tidak mengharap APD, saking sudah pasrah dan sudah tau, APD terlalu jauh untuk mereka. Dia cuma berharap ada lebih banyak asupan vitamin dan madu untuk dia dan teman-temannya, supaya tidak tumbang. Masalah resiko terpapar, mereka sudah pasrah. Saya bilang, saya tidak punya, tapi saya akan usaha sebisanya. Saya tau sosial media punya kekuatan, dan di sanalah kebaikan berbagi itu menebar dalam semalam. 

Saya mengunggah sebuah story di instagram tentang kondisi mereka di ruang IGD. Tak sampai satu jam, DM saya dibanjiri kebaikan. Rekening saya tiba-tiba isinya banyak, yang paginya langsung dibelanjakan oleh emak saya; vitamin, madu, susu, dan buah-buahan. Malamnya, (lagi-lagi) kebaikan seorang teman datang, ia bersedia membantu mengantar seluruh titipan itu ke rumah sakit. Katanya, dia tidak bisa ikut menyumbang, tapi dia bisa bantu antar ke rumah sakit yang ada di kota sebelah itu.


Tak lama berselang, whatsapp saya berbunyi lagi, foto lagi. Petugas kesehatan dan petugas kesehatan di rumah sakit tersebut, tersenyum ke kamera sambil memegang susu dan madu. Mereka terharu, ada yang sempat ingat dengan kondisi mereka. Ucapan terima kasih itu meluncur ke hape saya melewati jarak kami yang terpisah satu setengah jam perjalanan darat. Saya bilang bukan dari saya, itu adalah semaian dari doa kebaikan yang kalian langitkan.

**

Nasi kotak yang kami berikan, ia terima sambil bergetar. Matanya menatap kami sangat dalam, bibirnya terbata mengucap doa-doa baik untuk kami. Bapak adalah seorang pengayuh becak, dari semalam ia belum makan, belum dapat satupun penumpang. Dengan sisa rupiah yang ia punya, tadi pagi ia beli lontong dan bakwan untuk menahan isi perut sampai dapat uang. Tapi sayang, ternyata lontongnya sudah benyek dan tidak bisa dimakan. Jadi sejak semalam, ia hanya makan satu bakwan, padahal kami menemuinya sudah jam dua siang.


Nasi kotak dengan banyak lauk pauk yang kami berikan, menjadi rejeki yang membuat ia tak sudahnya berterimakasih. Kami sampaikan, kalau nasi kotak itu titipan, dari seorang teman, yang usaha warung makannya sedang sepi pembeli karena pandemi.

Teman kami, memutuskan memasak untuk kemudian kami berikan kepada para pekerja jalanan, ia percaya kalau rejeki bisa 'dibeli' dengan berbagi.

**

Sebenarnya kami tidak pernah buka donasi. Awalnya, saya hanya open promote di instagram, yang bisa dibayar dengan sembako dan makanan. Selama pandemi ini, katanya kita harus saling jaga. Sedangkan saya bukan orang kaya, tidak punya banyak harta. Tapi saya ingat punya angka followers yang lumayan di instagram. Satu sore, saya minta restu ke emak saya untuk memberikan story instagram, biar dipakai gratis oleh usaha-usaha yang butuh promosi di tengah sulitnya kondisi pandemi ini. 

Mereka bisa pakai itu gratis, bisa juga membalasnya dengan sembako atau makanan. Ini yang kemudian kami bagikan. Ternyata, apa yang kami lakukan meledak dan menjadi kebaikan yang berlipat-lipat. Kami kebanjiran donasi, beras yang masuk hampir 2 ton jumlahnya. Banyak yang akhirnya menitipkan rejekinya pada kami.

Awal-awal berjalan, kami hanya bagi ke pekerja jalanan. Hari ini, sebulan setelahnya, kami sudah membagikan ke kaum dhuafa di beberapa desa, janda-janda tidak mampu yang hidup sendirian, panti asuhan, serta tenaga medis di beberapa rumah sakit rujukan.



Emak saya sendiri yang ikut turun ke jalan, dibantu beberapa orang teman, kami menyampaikan banyak titipan. Dari sembako, makanan siap saji, buah-buahan, madu, vitamin, masker dan berliter-liter disinfektan. Kekuatan sosial media yang menyebar semua kebaikan ini, saya hanya menyakini bahwa energi baik selalu terkoneksi, sekalipun kita semua sedang physical distancing dan terpisah diri.

**

Kalau pandemi Covid-19 sudah selesai, saya yakin, bumi akan mencatat orang-orang seperti emak dan teman-teman saya ini. Mereka tanpa sedikitpun pamrih, menebar kebaikan, hampir setiap hari.

Teman-teman saya ini, menggunakan bensin dan kendaraan pribadi untuk turun ke jalan. Tidak satu rupiahpun uang donasi masuk ke kantong kami. Segala operasional dibiayai sendiri, Padahal saya tau betul, beberapa dari mereka sudah dirumahkan oleh kantornya. Beberapa yang lain, usahanya berhenti karena pandemi. Tulisan ini, adalah ikhtiar saya, untuk membuat mereka semua tetap menyala. Saya mengamini, lewat tulisan ini, ada kebaikan yang sedang menuju alamat mereka.

Kami tidak tau akan melakukan ini sampai kapan. Tapi islam mengajarkan saya soal Zakat, bahwa kita harus membagi harta yang dititipkan pada harta kita. Ada kebaikan dalam rejeki kita yang harus dibagi. Kami hanya berdoa semoga energi kebaikan ini bisa terus menyala, supaya kami bisa ikut saling menjaga.

Kami percaya, pandemi Covid-19 sedang mengalahkan kita, tapi kebaikan berbagi yang akan memenangkan ini semua.

***

Semua gambar dalam tulisan ini adalah asli milik pribadi. Hasil tangkapan layar dari instagram pribadi saya @pungkyprayitno. Karena dari sanalah semua perjalanan berbagi ini kami mulai. 

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”


5 komentar

  1. Barakallahu.. Kekuatan doa dan ketulusan mbak pungki beserta rekan timmya yang akhirnya menyuguhkan senyuman dan kebahagiaan untuk mereka. Allah tidak pernah tidur..
    Semoga Allah berikan kemenangan untuk mbak pungki, dengan tujuan untuk kebaikan tim.. Lobe this story..

    BalasHapus
  2. Mbak pungkyyyyy aku nangiss bacanyaaa... huhu semoga kita saling menguatkan di tengah pandemi ini yaaa... .

    Salam sayang dari semarang.

    BalasHapus
  3. Luar biasa bisa berbuat baik langsung turun ke jalan.
    Saya cuma bisa dari rumah, pengin si ngrasain turun ke jalan buat berbagi.

    Berbuat Baik Bisa dari Rumah #CeritakuDariRumah

    BalasHapus
  4. Masya ALlah, baarakallahu fiikum, semoga jadi berkah buat semua yang terlibat.
    Selamat ya Pungky, sudah jadi pemenang kedua dalam lomba ini. Ternyata Pungky masih menulis ... alhamdulillah ...

    BalasHapus
  5. Sedih banget dari awal sampe akhir tulisan tuh kak. Tapi aku gakuat lagi di bagian lontong yg benyek, langsung nangis kejerrr :(((

    BalasHapus