Jam 2 malam waktu itu, Jiwo terus-terusan nangis dan ngamuk. Posisi kami udah di kasur, udah siap tidur. Dia jerit, mukanya basah air mata, lari ke pintu kamar tapi karena aku kunci, dia mukul-mukul. Besoknya aku ada meeting pagi, harus bangun subuh dan jam 2 pagi masih harus nanganin anak ngamuk. Dia terus mengulang-ulang, "Jiwo mau beli es krim.. Mau liat ikan di seaworld.. Jiwo ndak mau bobo".
Di titik ini aku habis kesabaran, bukannya meluluh malah naik pitam. Aku ikut ngamuk, aku ikut nangis. Tangannya aku cengkeram kuat, matanya aku tatap tajem. Sambil berurai air mata, aku bilang dengan nada bentak, "Diem! Tidur sekarang, ibu besok harus kerja, kita harus tidur!!!".
Beneran diem. Dia naik kasur sambil susungukan tanpa suara. Trus di kasur meluk, mukanya merah, basah kuyup. Masih sambil susungukan, dia bilang, lirih, "Ibu kenapa kerja terus.. Jiwo mau main sama ibu..". Lalu tertidur dengan posisi tangan melingkar di dadaku, tempat dia bisa melintir-melintir nenen, kebiasaannya sebelum tidur. Tapi malam itu mungkin nggak berani jadi cuma peluk, naro tangannya di tempat biasanya tapi gak berani ngapa-ngapain. Itu tanda dia lagi ketakutan.
Jam 3 pagi. Aku nangis. Ya ampun, aku kerja buat siapa sih?
**